JAKARTA, TOPKOTA.co – Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI) Komjen Pol (Purn) Oegroseno SH mengatakan, berlarut-larutnya konflik PTMSI dikarenakan KONI Pusat telah melakukan tindakan melawan hukum dengan memanipulasi fakta-fakta hukum yang ada, dan tidak melaksanakan putusan pengadilan.
Oegroseno kemudian memberikan contoh KONI Pusat tidak mentaati dan menghormati Putusan Mahkamah Agung RI (MA) Nomor: 274K/TUN/2015 Tanggal 10 Agustus 2015, yang memenangkan Kepengurusan Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP.PTMSI) hasil Munaslub PP PTMSI 31 Oktober 2013, yang memilih secara aklamasi Komjen Pol Oegroseno sebagai Ketua Umum PP PTMSI masa bakti 2013-2018, KONI Pusat juga Wajib mamcabut dan membatalkan SK Ketum KONI Pusat Nomor: 29A tanggal 28 Februari 2014.
“Namun Ketua Umum KONI Pusat waktu itu Tono Suratman tidak mengindahkan putusan MA,” kata Oegroseno usai menghadiri sidang lanjutan gugatan Pengurus Besar Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia PB (PTMSI) pimpinan Peter Layardi Lay di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (15/6/2022).
Mantan Wakapolri itu juga menambahkan bahwa tindakan manipulasi hukum lainnya dilakukan oleh KONI Pusat, adalah KONI Pusat tidak menghormati dan melaksanakan Putusan BAORI (Badan Arbitrase Olahraga Indonesia) Nomor : 04/P.BAORI/IV/2018 Tanggal 2 Mei 2018, yang juga menguatkan posisi PP.PTMSI dan membatalkan hasil Munaslub PB PTMSI yang diciptakan oleh Ketua KONI Pusat Tono Suratman pada bulan Maret tahun 2018, yang memilih Dato Tahir sebagai Ketua Umum PB PTMSI.
Putusan BAORI Tahun 2018 tersebut lanjut Oegroseno, memakan korban, Ketua BAORI Sudirman saat itu langsung dipecat oleh Ketua Umum KONI Pusat Mayjen TNI (Pur) Tono Suratman.
“Ini kan namanya bukan tipe pemimpin yang bijak dan menjadi contoh yang baik bagi anggotanya, masak ada pemimpin birokrat atau eksekutif langsung memecat pimpinan yudikatif,” papar Oegroseno.
Mantan Kapolda Sumut itu sesungguhnya sudah lelah melihat konflik PTMSI ini, karena yang jadi korban adalah atlet. Semestinya Menpora sebagai pemegang otoritas tertinggi keolahragaan nasional memanggil ketiga belah pihak yang bertikai, yaitu PP PTMSI, PB PTMSI dan KONI Pusat, yang menjadi aktor intelektual pencipta konflik untuk duduk satu meja membahas langkah hukum yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht tersebut.
“Kalau Saya pribadi setuju jika pemerintah menginginkan PTMSI yang satu, asalkan melalui proses aturan main organisasi, bukan dengan cara paksa bahkan terkesan preman,”tandasnya.
Dalam persidangan, tadi tampak hadir Ketua Umum PB PTMSI Peter Layardi Lay dan kuasa hukumnya.
Oegroseno menyebutkan persidangan kali ini juga menjadi ujian bagi pengadilan apakah benar-benar menjadikan hukum sebagai panglima. Ya kita akan lihat seperti apa kesimpulan akhirnya apakah pengadilan juga mengabaikan keputusan MA atau tidak?,” tutup Oegroseno. (red)