MEDAN, TOPKOTA.co – Metode Scientific Crime Investigation yang dilakukan Polda Sumut berhasil mengungkap fakta kebenaran atas peristiwa pembakaran rumah wartawan Rico Sampurna Pasaribu di Kabupaten Tanah Karo.
Cara ini menunjukkan bahwa Polda Sumut bekerja secara profesional dan subsidaritas dalam mentransformasi transparansi yang berkeadilan. Scientific Crime Investigation tentunya ditujukan untuk memfaktakan kebenaran suatu peristiwa adanya tindak pidana dan pelaku yang melakukan perbuatan dalam kerangka pertanggungjawaban pidana.
Di dalam hukum pidana terdapat suatu prinsip “In Criminalibus Probantiones Bedent Esse Luce Clariores”. Artinya melalui Scientific Crime Investigation maka pembuktiannya bernilai beyond reasonable of doubt (harus tanpa keraguan sedikitpun). Hal ini berbeda dengan asas pembuktian yang bernilai prepoderance of evident (bukti cukup/pemenuhan formalitas).
Akedemisi Hukum Pascasarjana Universitas Muhammadiayah Sumatera Utara, Dr Alpi Sahari SH MHum, mengatakan pendekatan Scientific Crime Investigation yang dilakukan penyidik kepolisian disamping menjelaskan persesuaian barang bukti yang berhubungan dengan suatu tindak pidana sebagai corroborating evidence sehingga menerangkan terjadinya suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Namun juga memfaktakan kebenaran suatu peristiwa untuk menjelaskan berbagai opini yang muncul di public.
“Dalam peristiwa kebakaran itu berbagai opini muncul baik dari masyarakat maupun berbagai lembaga atau institusi yakni ada yang menyatakan peristiwa dimaksud adalah kebakaran dari dalam dan adanya juga yang menyatakan kecurigaan dibakar oleh oknum tertentu sehingga memerlukan dibentuknya tim investigasi atas peristiwa tersebut,” katanya, Rabu (10/7).
Alpi mengungkapkan, keberhasilan penyidik Polda Sumut dalam pengungkapan kebenaran atas peristiwa pembakaran rumah wartawa dan telah menetapkan tersangka yang melakukan pembakaran menunjukkan bahwa Polda Sumut professional berlandaskan pada transparansi yang berkeadilan dan kemandirian.
“Scientific Crime Investigation didasarkan pada pendekatan secara ilmiah bukan didasarkan pada opini ataupun asumsi-asumsi yang muncul sehingga menghilangkan fakta yang sesungguhnya atau mengaburkan perisitwa yang sebenarnya terjadi,” ungkapnya.
Menurutnya, di dalam proses penegakan hukum terhadap suatu peristiwa kongkrit untuk mengukur keprofesionalan dan kemandirian tentunya didasarkan pada suatu sistem logika hukum (closed logical system) yang selalu didasarkan pada dua elemen dasar. Yaitu fakta hukum (legal fact) dan norma hukum (abstrack legal prescription), sebagai sebuah logika maka kesimpulan atau keputusan terhadap suatu peristiwa inconcrito sangat ditentukan oleh kesesuaian premis-premis yang mendukungnya.
Alpi menerangkan, logika silogismus dengan penalaran deduktif selalu menjadi acuan dalam penegakan hukum dalam sistem hukum yang dipengaruhi oleh tradisi civil law system seperti di Indonesia. Logika deduktif menjadikan kaidah hukum (abstrack legal prescription) yang tercantum dalam perundang-undangan sebagai premis mayor dan fakta-fakta dalam peristiwa inconcrito sebagai premis minor.
“Scientific crime investigation akan memfakatakan premis minor yang ditujukan pada premis mayor dalam konteks kebenaran atas peristiwa yang terjadi dalam mendukung pembuktian circum stantial evidence,” pungkasnya. (Ayu)