BATUBARA, TOPKOTA.co – Saat menghadapi sidang pada hari Selasa 10 Oktober 2023 di Pengadilan Negeri (PN) Kisaran yang mengagendakan pemeriksaan saksi dari Pihak PT. Moeis, kuasa hukum Suriadi dari Kantor Firma Hukum Zamal Setiawan & Partners memberikan catatan persidangan, untuk meminta Pengadilan Negeri (PN) Kisaran membebaskan Suradi selaku kliennya.
Menurut Zamal Setiawan, PT Moeis gagal membuktikan hak atas tanah areal perkebunan yang dikuasainya.
Kata Zamal, alasan ini disebabkan bahwa perkara ini merupakan problematika sosial yang sejatinya harus diurai dan menjadi tugas pemerintah pusat dan Pemkab Batubara, dalam memelihara fakir miskin untuk mengangkat kualitas hidupnya.
“Tidaklah arif jika Suriadi sudah mengaku khilaf telah mengambil 6 tandan buah sawit milik PT Moeis, sehingga harus didakwa dengan ancaman 7 tahun penjara. Buah sawit itu diambil untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama keluarganya,” sebut Zamal kepada wartawan di Lima Puluh, Jumat (13/10/2023).
Untuk kasus kliennya itu, Zamal mendorong semua pihak untuk menyelesaikan persoalan ini dengan sudut pandang pendekatan restorative justice. Namun sayang, Kepolisian, Kejaksaan dan PN Kisaran menolak jalan penyelesaian, padahal ruang itu terbuka lebar.
Berkaitan dengan materi persidangan, Zamal menilai saksi-saksi yang dihadirkan JPU selaku pihak mewakili PT Moeis tidak mampu membuktikan hak atas tanah secara yuridis dalam persidangan.
Tentunya, hal ini tidak berbanding lurus dengan semangat UU Perkebunan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, bahwa kegiatan usaha budidaya tanaman perkebunan dan/atau usaha pengolahan hasil perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perkebunan apabila telah mendapatkan hak atas tanah dan/atau izin usaha perkebunan.
“Kami menilai PT Moeis tidak patut dan tidak layak disebut sebagai entitas perusahaan perkebunan. Maka, PT Moeis tidak berhak untuk menggunakan UU Perkebunan untuk melaporkan/menuntut klien kami (Suriadi-red) ke penegak hukum,” ucap Zamal.
Menurut Zamal, perkara ini sudah bermasalah sejak diterimanya laporan di kepolisian, karena tidak sejalan dengan apa yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 23 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yakni ;aporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang, tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
Zamal sebagai penasihat hukum Suriadi mendorong publik untuk memberi perhatian lebih terhadap aspek legal PT Moeis. “Kita harus mencurigai, jangan-jangan penguasaan tanah terhadap lahan budidaya tidak berbasis pada aspek legal ?,” pungkas Zamal.
Kecurigaan ini berbanding lurus, tatkala pihaknya menemukan beberapa informasi yang tidak berkesesuaian tentang aspek legal yang diantaranya, lokasi bidang tanah yang menjadi ruang budidaya perkebunan yang saat ini dikuasai PT Moeis telah diubah menjadi ruang pemukiman. Hal ini dapat dilihat malalui lampiran-lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Batubara No.11 pada Tahun 2020.
“Berdasarkan hasil temuan hak atas tanah PT Moeis adalah dengan sertifikat HGU dengan Nomor 3, Desa Sipare-Pare berakhir HGU pertanggal 31 Desember 2020,” kata Zamal.
Zamal mempertanyakan apakah sertfikat HGU dapat diperpanjang dengan kenyataan saat ini, bidang tanah yang dikuasai PT Moeis telah diubah menjadi ruang yang telah diatur sebagai ruang pemukiman dan bukan ruang untuk budidaya perkebunan?.
Temuan-temuan tersebut kata Zamal, seolah-olah dikonfirmasi oleh data/informasi dari situs website https://bhumi.atrbpn.go.id/peta milik Kementerian ATR/BPN, yang menyatakan bahwa bidang-bidang tanah yang saat ini dikuasai PT Moeis diinformasikan tidak/belum dilekati hak atas Tanah. “Untuk tegaknya hukum dan keadilan bagi klien kami (Suradi-red), maka Suradi harus dibebaskan,” pinta Zamal. (Solong)