MEDAN, TOPKOTA.co – Polrestabes Medan dalam kurun waktu tahun 2022 menerima 100 laporan kekerasan anak, meliputi pencabulan, persetubuhan, pelecahan terhadap perempuan dan anak serta bentuk kekerasan lainnya.
Hal itu dikatakan Kanit VI Satreskrim Polrestabes Medan AKP Gabriellah Angelia Gultom SIK MH dalam acara Dialog interaktif Halo Polisi Poldasu dengan topik “Peran Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Medan Dalam Penanganan Perkara Melibatkan Perempuan dan Anak,” di RRI Medan, Rabu, (22/02/2023).
Dalam dialog interaktif itu, AKP Gabriellah Gultom didampingi Jamaluddin S.Sos, Paur Subbid Penmas dan Aiptu Widodo Baur Subbid Penmas Humas Poldasu, serta dipandu oleh host dari RRI Medan Dessy Utami.
AKP Gabriella mengatakan pelaku kekerasan, pencabulan, persetubuhan, pelecehan terhadap perempuan dan anak, kerap dilakukan orang yang berpendidikan dan mapan. “Bahkan laporan Polisi yang masuk, para pelaku ini banyak orang yang berpendidikan serta mapan kehidupannya,” tegasnya.
Dijelaskan, kasus-kasus yang ditangani di Unit Idik VI pada umumnya adalah menyangkut perempuan dan anak, baik itu tindak pidana KDRT, kekerasan pada anak maupun pelecehan atau persetubuhan. “Pada tahun 2022 lalu ada 100 laporan Polisi, berarti ada peningkatan dari tahun sebelumnya,” sebutnya.
Dijelaskan Gabriellah, mengacu pada UU No. 12 Tahun 2012, walaupun pelakunya anak-anak dapat dihukum, tetapi dalam UU No. 11 Tahun 2012 ada diversi, tetapi diversi memiliki persyaratan-persyaratan berupa anak tersebut berusia 12 sampai 18 tahun, beru pertama sekali (tidak berulang-ulang) melakukan perbuatannya dan putusan hukuman dibawah 7 tahun.
Faktor terjadinya kekerasan seks terhadap anak sambung Angelina, tidak hanya faktor ekonomi tetapi karena hanya ada satu kamar ditempat tinggal, sehingga terlihat terus baik siang dan malam.
Adapun upaya yang dilakukan Unit VI Satreskrim Polrestabes Medan dalam menekan kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan melakukan patroli-patroli, penyuluhan di wilayah hukum Polrestabes Medan.
Walau demikian tambahnya, upaya yang dilakukan Polri tidak cukup namun harus ada kerjasama dari pemerintah, sekolah-sekolah (para tenaga pendidik), dan orang tua. “Orang tua si anak turut ikut mengawasi tingkah laku si anak, jangan bosan untuk memberikan nasihat atau menegur, agar si anak bisa paham antara benar dan salah, apalagi jaman sekarang teknologi sangat canggih, dengan handphone bisa melihat segala yang kita inginkan, banyak gambar-gambar, video menggunakan karikatur anak melakukan kekerasan, percintaan dan sebagainya yang dapat mempengaruhi kejiwaan si anak,” tutupnya. (Ayu)