LABUHANBATU, TOPKOTA.co – Berdasarkan prevalensi stunting riskesda dari tahun 2018-2021, pertumbuhan stunting di Provinsi Sumatera Utara masih terhitung tinggi hingga mencapai 32,3%. Dan di Labuhanbatu kini telah mencapai 36,37%, namun berdasarkan hasil SSGI pada tahun 2021, prevelensi stunting di Labuhanbatu mencapai 27%.
Dari data tersebut salah satu penyebab dan penyumbang terbesar permasalahan tersebut adalah tidak ada ketersediaan sanitasi jamban. Kebiasaan masyarakat dengan BABS (Buang Air Besar Sembarangan) sangatlah menjadi pokok utama pembahasan Tim Satgas Stunting Kabupaten Labuhanbatu yang harus diselesaikan.
Pada aksi ke-7 publikasi stunting, Tim Satgas Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten Labuhanbatu dalam hal ini Dinas Kesehatan sebagai penanggung jawab kegiatan, terus berusaha menekan permasalahan yang menjadi atensi presiden RI tersebut.
Diantaranya, dengan melakukan rapat sistem manajemen data yang termasuk dokumentasi, intervensi dan hasil tingkat Kabupaten Labuhanbatu, di Aula Platinum Hotel Rantauprapat Jalan Jendral A Yani Kelurahan Bakaran Batu Kecamatan Rantau Selatan, Selasa (6/12/2022).
Salah satu cara yang dilakukan mengatasi sanitasi dimaksud, Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu dalam hal ini Dinas PUPR telah menempuh langkah-langkah dengan membangun sarana sanitasi umum hingga ke perumahan masyarakat yang terdaftar sebagai Desa Lokus Stunting, Desa Tanjung Haloban, Sei Siarti dan Kecamatan Bilah Barat dengan jumlah 50 buah perdesanya.
Dan pembangunan pengadaan sanitasi tersebut tidak berhenti di situ saja, Pemkab Labuhanbatu (Dinas PUPR) akan membangun sanitasi ke daerah lokus stunting.
Ketua Pelaksana TPPS Kabupaten Labuhanbatu Hj Ellya Rosa Siregar SPd MM dalam pidato tertulisnya yang disampaikan Sekjen Dinas PPKB Faoma Liana Dachi menyebutkan, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, sebagai penguatan dan penajaman strategi nasional percepatan penurunan stunting guna mencapai target prevalensi stunting 14% pada tahun 2024 sesuai dengan RPJMN 2020-2024.
Fungsi manajemen data merupakan sumber daya informasi yang mencakup semua kegiatan mulai dari identifikasi kebutuhan data untuk menghasilkan data yang berkualitas dan perencanaan yang baik.
Gambaran suatu kabupaten sampai dengan tingkat desa dapat dilihat dalam pengolahan serta data yang dihasilkan, kemudian didokumentasikan hingga akhirnya menjadi suatu pedoman dalam peningkatan pelayanan.
“Hari ini kita dapat berdasarkan data salah satu penyebab terjadinya stunting adalah masih adanya masyarakat yang BABS karena tidak memiliki sanitasi jamban. Disinilah tugas yang harus kita selesaikan. Saya berharap stacholder terkait, baik itu Dinas Kesehatan,PUPR, Camat hingga Desa sigap menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut,” ujar Bupati.
Menyikapi hal itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Friska E Simanjuntak membenarkan salah satu persoalan besar di daerah lokus stunting adalah sanitasi. “Masih banyak masyarakat yang buang air besar sembarangan,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini menjadi tugas bersama, bukan hanya Dinas Kesehatan saja, namun peran kepala desa juga sangat penting. “Saya berharap melalui dana desa bisa dialokasikan untuk pembangunan sanitasi di daerahnya. Mari kita buat sistem data yang merupakan bagian dari pengelolaan sumber informasi yang mencakup semua kegiatan, mulai dari identifikasi kebutuhan data, pengumpulan data hingga pemanfaatan data, guna memastikan informasi yang akurat dan mutakhir,” ujarnya.
“Agar apa yang kita butuhkan di lapangan dapat kita ketahui dan kita selesaikan dengan sebaik-baiknya, agar dapat meraih pencapaian target 14% ditahun 2024 .nantinya,” tambah Friska.
Pada sesi yang sama, Syah Putra Abdullah ST MEc Dev dalam materinya menyampaikan bahwa data adalah salah satu hal yang sangat dibutuhkan. “Dengan data bisa mengetahui mana yang penting dan terpenting,” ujarnya.
Hadir mengikuti rapat tersebut, para perwakilan kepala OPD, Kepala Puskesmas, Camat, Lurah, Kepala Desa dan stakeholder terkait. (Dody)