MEDAN, TOPKOTA.co – Dalam mendukung program Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bersih dari narkoba serta pencegahan dan penanggulangannya, Wakil Direktur Panti Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) LRPPN Bhayangkara Indonesia Rizka Novita AmKeb SST MKes mengatakan bahwasanya korban penyalahgunaan narkoba berhak menjalani rehabilitasi.
Wadir I IPWL LRPPN Bhayangkara Indonesia ini menyebut narkoba bukan merupakan barang murah dan untuk memperolehnya pun sulit. Di sisi lain di masa pandemi seperti saat ini, banyak orang yang penghasilannya menurun bahkan ada yang kehilangan sumber penghasilan.
Namun dalam kondisi ini justru kasus penyalahgunaan narkoba masih banyak ditemui. Situasi inilah yang membuat masyarakat geram, apabila terdapat pemberitaan terkait public figure yang ditangkap oleh aparat kepolisian terkait kasus dugaan penyalahgunaan narkoba.
“Tentunya hal tersebut bertolak belakang dengan kondisi sulit masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok. Tetapi di sisi lain, terdapat orang yang justru menghambur-hamburkan uang untuk kebahagiaan semu. Tak heran apabila banyak dari kalangan masyarakat yang menghendaki para penyalahguna tersebut diberi hukuman penjara. Namun pastinya mereka sebagai penyalahguna ingin menjalani rehabilitasi. Dari sedikit gambaran tersebut, terdapat beberapa pertanyaan, apabisa rehabilitasi dilakukan sesuai permintaan?,” terang Rizka saat ditemui Topkota.co di kantornya Jalan Budi Luhur Gang PTP No.8 Helvetia Medan Sumatera Utara.
Dalam hal penindakan dan penanganan korban penyalahgunaan narkotika yang dalam proses hukuman apa bisa direhabilitasi, dengan status tersangka, seperti apa yang berhak menjalani rehabilitasi?, terkait banyaknya pertanyaaan tentang ini, Rizka Novita juga menyampaikan bahwa perlu diketahui dan dikenal ada 2 (dua) macam rehabilitasi narkotika.
Yaitu rehabilitasi medis, berupa proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. Kemudian, rehabilitasi sosial berupa proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
“Dari keduanya, perlu dicatat bahwa kedua jenis rehabilitasi tersebut bukan merupakan pilihan, tetapi harus dilakukan dengan porsi yang sesuai,” terangnya.
Rizka juga menyampaikan pada dasarnya menurut Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
“Hal ini diperjelas dalam Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penanganan Tersangka dan/atau Terdakwa Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi, yang mengatur bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika yang tanpa hak dan melawan hukum sebagai tersangka dan/atau terdakwa dalam penyalahgunaan narkotika yang sedang menjalani proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan di pengadilan diberikan pengobatan, perawatan dan pemulihan dalam lembaga rehabilitasi,” ungkapnya.
Lanjutnya, pelaksanaan asesmen dapat dilakukan oleh Tim Asesmen Terpadu, dimungkinkan terjadi hanya apabila tersangka dinilai oleh penyidik sebagai korban penyalahguna narkotika dengan bukti berupa tes urin yang positif narkotika dan ditemukan alat bukti pendukung lainnya. Selain itu, yang bersangkutan juga sedang melalui proses acara tindak pidana narkotika.
Dengan terpenuhinya syarat-syarat tersebut, maka yang bersangkutan dapat dimohonkan asesmen dengan syarat-syarat sebagai berikut, surat permohonan penyidik ke BNN berisi antara lain identitas pemohon/tersangka, hubungan pemohon dan tersangka, uraian kronologis dan pokok permasalahan penangkapan tersangka, fotokopi KTP tersangka, pas foto tersangka 4 x 6 (1 lembar), surat penangkapan, surat penahanan (bila ada), surat keterangan dari tempat rehabilitasi bila yang bersangkutan pernah atau sedang proses rehabilitasi dan surat pernyataan penyidik bahwa yang bersangkutan bukan residivis, pengedar, atau bandar,” terangnya.
Selain itu lanjutnya, pada Pasal 22 ayat (2) Perka BNN 11/2014 disampaikan bahwa permohonan asesmen dapat diajukan kepada Tim Asesmen Terpadu oleh Jaksa di tingkat penuntutan, atau Hakim di tingkat pemeriksaan, beserta syarat permohonan yang telah disebutkan. “Hasilnya sendiri akan diserahkan kepada pemohon asasmen dengan berita acara penyerahan rekomendasi hasil asesmen,” katanya.
Rizka juga menyampaikan bagi siapa saja yang dinilai sebagai korban penyalahgunaan narkotika dan tertangkap serta sedang menjalani proses berita acara berupa penyidikan, penuntutan, dan persidangan di pengadilan, dapat diberikan pengobatan, perawatan dan pemulihan dalam lembaga rehabilitasi. (Rudi)