MEDAN, TOPKOTA.co – Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr Fadil Zumhana diwakili Direktur TP Oharda Agnes Triani, Koordinator dan pejabat lainnya, menyetujui penghentian penuntutan 3 perkara humanis dari wilayah hukum (wilkum) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut).
Penghentian penuntutan ketiga perkara lewat pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ), setelah dilakukan ekspose secara virtual dari ruang Vicon Lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan.
Ekspos perkara dari Kejati Sumut diikuti Kajati Sumut Idianto didampingi Wakajati Sumut Joko Purwanto, Aspidum Luhur Istighfar, Kabag TU, Koordinator dan para Kasi.
Secara bersamaan ekspose perkara secara daring juga diikuti Kajari Humbang Hasundutan (Humbahas) Anthony, Kajari Tanjungbalai Asahan Rufina br Ginting, Kacabjari Deliserdang di Labuhandeli Hamonangan Parsaulian Sidauruk serta JPU dari perkara yang diekspose.
Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan menyampaikan bahwa hingga akhir Juli 2023, Kejati Sumut sudah menghentikan 72 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif.
Ketiga perkara yang disetujui untuk dihentikan dengan pendekatan RJ tersebut yakni dari Kejari Humbahas atas nama tersangka Edwin Simbolon melanggar Pasal 310 Ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kemudian dari Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Deliserdang di Labuhandeli atas nama tersangka Bambang Syahputra alias Bembeng melanggar Pasal Pertama 44 Ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Perkara ketiga dari Kejari Tanjungbalai Asahan atas nama tersangka Rizky Syahputra Alias Kotek Pasal 372 atau 378 KUHPidana. “Tiga perkara ini disetujui untuk dihentikan dengan pendekatan RJ, di mana tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana diancam dengan pidana penjara di bawah lima tahun. Adanya perdamaian antara korban dengan tersangka, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi kembali,” paparnya.
Penghentian penuntutan dilakukan berdasarkan Perja No 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif.
Artinya di antara tersangka dan korban tidak ada lagi dendam dan telah membuka ruang yang sah menurut hukum, bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula. (Ayu)