MEDAN, TOPKOTA.co — Dinamika politik di Sumatera Utara kembali menghangat. Ketua DPRD Sumut, Erni Sitorus, menuai kritik tajam dari berbagai kalangan akibat sejumlah pernyataan kontroversial dan kedekatannya yang dianggap ‘spesial’ dengan Gubernur Bobby Nasution.
Salah satu suara kritis datang dari Muhammad Habib, Ketua Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Pemuda Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FISIP Universitas Sumatera Utara (USU periode 2024–2025. Habib menilai DPRD Sumut kini telah melenceng dari fungsi utamanya sebagai lembaga pengawasan terhadap eksekutif.
“DPRD Sumut sudah tidak lagi berdiri di atas prinsip demokrasi, tetapi terjebak dalam politik kompromi yang membunuh fungsi check and balances,” kata Habib kepada wartawan, belum lama ini.
Menurutnya, kedekatan antara Ketua DPRD Erni Sitorus dan Gubernur Bobby Nasution menggambarkan ketidakseimbangan dalam sistem politik daerah. Ia menyebut hubungan tersebut berdampak buruk terhadap kinerja lembaga legislatif, terutama dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah provinsi.
“Yang terjadi sekarang adalah kompromi kekuasaan, bukan keberpihakan pada rakyat. Kedekatan ini menumpulkan suara kritis dan memperkuat dominasi elite,” tegasnya.
Habib juga menyoroti blunder politik yang dilakukan Erni Sitorus dalam beberapa pernyataan publik, termasuk soal komisi dan wacana kontroversial terkait pulau. Ia menilai, hal itu bukan sekadar kekeliruan verbal, melainkan gejala dari runtuhnya integritas lembaga legislatif.
“Ini adalah cerminan nyata dari lemahnya keberanian DPRD menyuarakan kepentingan rakyat. Yang mereka jaga bukan lagi amanah publik, melainkan kenyamanan kekuasaan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Habib menyebut kondisi ini sebagai bentuk nyata dari praktek oligarki kekuasaan yang menjauhkan rakyat dari proses pengambilan keputusan politik.
“DPRD bukan lagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melainkan sudah menjelma menjadi Dewan Pengkhianatan Rakyat Daerah. Mereka berdiri bukan untuk yang memilihnya, tapi untuk yang bisa menjaminnya tetap nyaman di kursi,” ujarnya lantang.
Pernyataan Habib sejalan dengan analisis yang dimuat dalam kajian opini media poliTIKUS berjudul “Ketika Bobby & Erni Jadi Bestie: DPRD Sumut Melemah, Siapa yang Diuntungkan?” yang menyebutkan bahwa Sumatera Utara sedang mengalami krisis kelembagaan. Di tengah kedekatan para aktor politik, fungsi kontrol melemah, suara kritis dibungkam, dan kepentingan publik terabaikan. (Ayu)