TANAH KARO, TOPKOTA.co – Unit Pelayanan Teknis (UPT) Tuna Susila Parawarsa Berastagi diduga kuat melanggar Hak Azazi Manusia (HAM). Sebelumnya, puluhan warga binaan mereka mengaku tidak diberlakukan secara manusiawi, bahkan pakaian dalam dan pembalut wanita tidak diberikan petugas.
Para warga binaan yang ‘Dapat Bulan’ ini terpaksa harus mengunting kain sebagai pengganti untuk pembalut.
Kali ini, Selasa (19/12/2023), UPT Tuna Susila Parawarsa Berastagi kembali mendapat sorotan. Pasalnya, sejumlah orangtua maupun wali dari warga binaan di UPT tersebut dihalang-halangi petugas saat mengurus proses penjemputan anaknya yang dibina di tempat tersebut.
Seperti yang dialami R Boru Sembiring salah seorang orang tua kandung warga binaan asal Kota Binjai. Dia mengaku kecewa dengan petugas Parawansa UPT Berastagi yang diduga menghalang-halagi proses penjemputan anaknya. Karena, saat dia hendak meminta tanda tangan surat pernyataan untuk anaknya agar tidak mengulangi perbuatannya, malah petugas tidak memperbolehkan.
“Kami heran kenapa sepertinya petugas di UPT Parawarsa ini tidak manusiawi, padahal kami mau melihat kondisi anak kami yang sudah sebulan lebih dibina. Apalagi kami hanya meminta tanda tangan surat pernyataan tidak mengulangi perbuataan untuk diajukan ke Dinsos Tapanuli Utara. Tapi sayangnya, Staf Parawarsa Berastagi berinisial AT mengaku atas perintah Kasih Pembinaan Romianto Ginting dan Ka TU Hakim tidak memperbolehkannya,” katanya kepada wartawan.
Sebagai orang tua kandung, ia mengaku sudah pernah bermohon kepada UPT Parawansa Berastasi yang juga dibawah naungan Dinas Sosial Sumatera Utara, supaya anak mereka yang saat ini menjalani pembinaan dapat keluar untuk dibina atau dikembalikan kepada keluarganya masing-masing.
Namun kenyataannya, meski sempat disuruh membeli 50 Materai dan juga sudah menandatangani surat pemulangan serta menyediakan foto dokumentasi kala itu, namun sampai saat ini anaknya tidak diizinkan pulang.
“Kami disuruh beli 50 biji Materai oleh Kasi Pembinaan Romianto Ginting untuk proses pembuatan surat Berita Acara Pemulangan Penerima Manfaat, dan sudah juga ditanda tangani, tapi hasilnya tidak ada, jadi apakah lebih berhak Dinsos Taput mengeluarkan dari pada kami orang tua kandungnya,” ungkap Boru Sembiring kesal.
Oleh karena itu, Boru Sembiring ini bersama keluarganya telah sepakat akan menandatangani Surat Kuasa PH (penasehat hukum) untuk mendampinginya membawa persoalan ini ke jalur hukum.
Hal senada juga disampaikan Jesaya Ginting SE dari DPP LAKRI Sumut. Dia mengaku kecewa dengan kesewenangan yang dilakukan pihak UPT Tuna Susila Parawarsa Berastagi, karena mereka terindikasi sudah melanggar Hak Azasi Manusia (HAM).
“Justru persoalan ini sudah sangat rancu dan terindikasi dalam pelanggaran HAM. Para warga binaan ini bukan melakukan tindakan kriminal murni yang fatal dalam ketentuan hukum. Mereka ditempatkan di UPT Tuna Susila Parawarsa Berastagi hanya sifatnya penyadaran berupa bimbingan konseling, agar kelak keluar dari binaan, mereka menyadari perbuatannya, dan bukan dikekang seperti saat ini,” tegasnya. (John Ginting)