SERGAI, TOPKOTA.co – Maraknya aktifitas kapal pukat trawl hingga mencapai 400 unit setiap harinya yang didominasi nelayan dari Kab Batubara, telah menjarah hasil laut di perairan Kab. Serdang Bedagai (Sergai), kondisi ini terjadi sudah hampir tiga tahun lamanya khawatir terjadi bentrok di laut.
Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut dalam waktu dekat juga akan mengancam kerusakan hingga musnahnya beragam biota laut di perairan Sergai, sehingga cerita perairan Sergai dengan potensi biota laut yang melimpah juga terancam tinggal kenangan, jika tidak segera ditangani pihak-pihak terkait.
Demikian disampiakan Ketua Umum Alinasi Nelayan Sumatera Utara (ANSU) Sutrisno dan Sekjen M Yahmin didampingi Ketua ANSU Sergai Irwan Syahril, Sekretaris M Syarif, Wakil Ketua M Syahril, Koordinator ANSU Kec. Perbaungan M Yani, Koordinator Kec. Teluk Mengkudu Khairul Marpaung, Koordinator Tanjung Beringin Ilyas, Selasa (21/6/2022) di Pantai Mangrove Sei Naga Lawan Kec. Perbaungan, Sergai.
Diakui Ketua ANSU Sergai yang juga nelayan tradisional Sergai mengakui akibat maraknya pendapatan nelayan yang tradisional turun drastis hingga 70 persen, dengan rincian rata-rata hanya Rp 50 ribu hingga Rp 60 ribu sejak 3 tahun terakhir, sehingga tidak mampu lagi membeli alat tangkap baru, kondisi ini juga berdampak terhadap biaya hidup serta biaya pendidikan anak-anak nelayan tradisional.
“Kondisi ini diperparah dengan sering hilangnya alat tangkap nelayan tradisional kerap hilang seperti jaring kepiting, tangkul kepiting dan rawai gurita akibat ditarik nelayan pukat trawl yang dengan sengaja, meskipun masih ada nelayan tradisional yang menunggu di sekitar jaring, bahkan kapal pukat trawl tersebut sudah berani beroperasi di zona tangkap 1,5 mil yang merupakan zona tangkap nelayan tradisional dengan tindakan arogan para nelayan pukat trawl yang kerap bergerombol saat beraktifitas,” keluh Irwan Syahril.
Ditambahkan Ketua Umum ANSU Sutrisno, dengan perkiraan sekitar 400 unit kapal pukat trawl dari luar Kab Sergai yang menjarah hasil laut Sergai selama 24 jam dengan perkiraan hasil rata-rata Rp3 juta per kapal, sehingga sedikitnya Rp1,2 miliar hasil laut Sergai terkuras keluar, parahnya lagi dampak aktifitas mereka turut merusak biota laut seperti terumbu karang tempat berkembangnya biota laut yang dampaknya beragam anak ikan, telur hingga anak udang mati.
“Hal ini terjadi akibat lemahnya pengawasan dari instansi terkait dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan ( DKP ) yang berdasarkan regulasi Undang-Undang Nomor 23 kewenangan DKP Kabupaten sudah beralih ke DKP Provinsi, diperparah dengan terbitnya Permen KP Nomor 18 Tahun 2021 yang dinilai belum berpihak terhadap nelayan tradisional,” cetus Sutrisno.
Rawan Bentrok di Laut
Dalam situasi seperti ini, lanjut Ketua Umum ANSU Sumut, pihaknya terkesan sudah tidak ada dukungan untuk ikut melakukan patroli pengawasan langsung ke laut seperti tiga tahun lalu, ironisnya jika nelayan tradisional berupaya melakukan pengawasan langsung hingga aksi tindakan terhadap nelayan pukat trawl dalam proses hukum, posisi nelayan tradisional ditempatkan pada posisi sulit.
“Padahal hanya bermaksud mengamankan wilayah laut sendiri terhadap aktifitas nelayan pukat trawl yang jelas-jelas berdasarkan Undang-Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 Pasal 85, setiap orang dengan sengaja memiliki, menguasai ,membawa dan atau menggunakan alat penangkapan ikan dan atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di laut dipidana paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar,” cetus Sutrisno.
Namun faktanya sebut Ketua Umum ANSU, hingga hari ini jumlah kapal pukat trawl yang menjarah hasil laut Sergai malah kian bertambah serta makin bebas beroperasi dan bertindak arogan, sepertinya nyaris tanpa tindakan dari pihak terkait, situasi seperti ini tentunya menjadi kerawanan potensi bentrok di laut antara nelayan tradisional dengan nelayan pukat trawl.
Jadi tidak dipungkiri lanjut Ketua Umum ANSU, data tahun 2014 jumlah nelayan tradisional Sergai sekitar 12.600 orang dan saat ini data terbaru jumlah nelayan tradisional semakin berkurang berjumlah menjadi 10.000 orang, hal ini juga tidak terlepas dampak dari maraknya aksi pukat trawl
“Kami berharap DKP Sergai bersama DKP Provinsi menyahuti keresahan serta kekhawatiran kami terhadap laut Sergai yang terancam porak poranda oleh maraknya aksi ratusan kapal pukat trawl yang menjarah hasil laut Sergai,” pungkas Sutrisno seraya berharap kepada nelayan Sergai yang punya keinginan untuk merubah alat tangkap ikan dengan alat tangkap pukat trawl agar segera mengurungkan niatnya. (End)