IKLAN - SCROLL KE BAWAH UNTUK MELANJUTKAN KONTEN

Kisruh Lahan di Huta Nagodang Tangga Batu I Parmaksian, Kursani Sitorus Dilaporkan ke Polda Sumut

MEDAN, TOPKOTA.co – Kasus dugaan penyerobotan tanah seluas 17.630 m2 yang berada di Huta Nagodang Tangga Batu I Parmaksian, Kabupaten Toba akhirnya dilaporkan ke Polda Sumut, Selasa 26 Oktober 2021.

Berdasarkan wawancara Sabar Sigalingging, Minggu (31/10/2021) menceritakan, sekitar tahun 1900 an Juara Sitorus membuka lahan ke Sosor Ladang. Anak dari Op. Sigodung Sitorus yang beristerikan Br Butar-butar itu disebut tinggal di Sosor Saba.

Mereka memiliki 3 orang anak laki-laki, anak pertama bernama Juara Sitorus beristerikan Dahar br Sinaga. Anak kedua NN Sitorus beristeri br Gurning. Anak ketiga Op Simuntul Sitorus berusteri br Manurung dan br Siagian.

Saat beranjak remaja Op. Simuntul Sitorus merantau ke Tanjungbalai mencari lahan. Setelah berhasil dia kembali ke kampung dan mengajak abangnya NN Sitorus.

Lalu NN Sitorus berangkat ke Tanjungbalai dan meninggalkan istrinya yang sedang hamil sembari berpesan kepada istrinya (br Gurning), setelah nanti berhasil di Tanjungbalai akan menjemput dan membawanya ke Tanjungbalai.

Namun Tuhan berkehendak lain, NN Sitorus meninggal karena penyakit malaria di Tanjungbalai. Kabar NN Sitorus meninggal pun sampai ke kampung.

Oleh keluarga dari br Gurning, istri NN Sitorus dari Sosor Saba pulang kampung dan melahirkan seorang anak perempuan. Selanjutnya setelah beranjak dewasa anak NN Sitorus menikah dengan marga Butar-butar.

Lanjut Sabar Sigalingging, sejak Op. Simuntul Sitorus pergi merantau ke Tanjungbalai, Juara Sitorus dari Sosor Saba membuka lahan di Sosor Ladang dengan menanami pohon karet (rambong).

Seiring berjalannya waktu, Juara Sitorus memindahkan rumahnya (rumah adat) dari Sosor Saba ke Sosor Ladang.

Juara Sitorus sendiri mempunyai 4 anak perempuan. Anak pertama Dompak/Godung br Sitorus menikah dengan marga Panjaitan. Anak kedua Manat br Sitorus menikah dengan marga Manik, anak ketiga Orem br Sitorus menikah dengan marga Manurung, dan anak keempat Marsaulina br Sitorus menikah dengan Sigalingging.

Sekitar tahun 1922 Juara Sitorus meninggal, sepeninggal Juara Sitorus istrinya Dahar br Sinaga tinggal bersama putrinya Marsaulina br Sitorus, dan menikah dengan paribannya di Huta Nagodang sekitar tahun 1940 an hingga memiliki 3 orang anak.

Kemudian pergi merantau ke Desa Pematang Cengkering Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara sekitar tahun 1950 an. Berapa tahun kemudian Dahar br Sinaga istri dari Juara Sitorus meninggal pada tahun 1968.

Sejak orang tuanya meninggal, Marsaulina br Sitorus sering datang ke Sosor Ladang meninjau lahan peninggalan ayahnya Juara Sitorus.

Pada Tahun 1977 anak-anak dari Juara Sitorus meminta tolong kepada anak dari Op. Simuntul Sitorus untuk mendampingi mengurus lahan peninggalan orang tuanya yang ada di Sosor Ladang. Pasalnya, lahan peninggalan orang tuanya (Juara Sitorus) hendak dikuasi oleh orang lain.

Setelah itu, ternyata tanpa sepengetahuan Marsaulina br Sitorus, anak dari Op. Simuntul Sitorus bernama Kursani Sitorus mengatas namakan lahan orang tuanya (Juara Sitorus) menjadi milik Op. Simuntul Sitorus.

Mengetahui hal itu, Marsaulina br Sitorus lalu memberangkat anaknya Sabar Sigalingging untuk mengusahai lahan tersebut, tepatnya pada tahun 1987.

Dalam perjalanan waktu pada tahun 2014, anak dari Op. Simuntul Sitorus bernama Kursani Sitorus datang ke Sosor Ladang menagih sewa dari lahan yang diusahai Sabar Sigalingging. “Tiba-tiba Kursani datang menagih sewa lahan, lalu saya jawab, kenapa saya menyewa di tanah milik Opung saya?. Saat itulah awal terjadinya perselisihan dengan Kursani Sitorus,” ujarnya. Sejak kejadian itu, orang tua saya (Marsaulina br Sitorus) mengajak anak-anak dari kakaknya untuk mengurus Sertifikat Tanah ke Kantor BPN Tobasa. Tapi anak-anak dari kakaknya tidak mau ikut mengurus. Pun demikian Marsaulina br Sitorus tetap menunggu. Karena tidak ada respon dari anak-anak kakaknya, Marsaulina br Sitorus pun mengurus Sertifakat Tanah sampai terbit surat SHM yang di keluarkan BPN Tobasa pada tanggal 27 Januari 2015,” ungkap Sabar.

Lanjutnya, Kursani Sitorus semakin membabi buta, tahun 2016. “Dia melaporkan saya bersama orang tua saya Marsaulina br Sitorus ke Poldasu, yang mana prosesnya dilimpahkan ke Polres Tobasa. Kami dipanggil dan dimintai keterangan oleh penyidik. Anehnya, Kursani Sitorus tidak pernah hadir memberikan keterangan di Polres Tobasa. Jika kami memang bersalah, laporan Kursani tentunya berproses di Pengadilan,” beber Sabar.

Sabar menuturkan, sebelum orang tuanya (Marsaulina br Sitorus)  meninggal, tahun 2018 beliau menghibahkan tanah tersebut kepada dirinya (Sabar Sigalingging) di depan Notaris Hermin Sianipar SH/PPAT di Balige Toba Samosir.

“Nah tahun 2020 tanah seluas 20,140m2 tersebut dipecah menjadi beberapa bagian didepan Notaris Asima Dewi Panjaitan SH MKn/PPAT Toba di Sigumpar,” tuturnya.

Tepat hari Kamis, 7 Oktober 2021, Kursani Sitorus melakukan tindakan melawan hukum. “Kali ini dia datang bersama Kepala Desa Tangga Batu I Junner Sitorus. Mereka memasang spanduk kepemilikan atas tanah dilokasi objek yang dimaksud. Lalu saya membuat laporan pengaduan ke Kantor Desa dan Kecamatan namun tidak mendapat solusi, begitu juga halnya dengan Polres Toba. Hingga akhirnya, saya melaporkan kasus ini ke Polda Sumut sesuai dengan bukti Laporan Polisi Nomor : LP/B/1653/X/2021/SPKT/POLDA SUMATERA UTARA, tanggal, 26 Oktober 2021,” jelasnya.

Ditanyakan apa harapannya terkait kasus penyerobotan tanah seluas 17.630m2 di Huta Nagodang tersebut ?. “Saya minta hukum ditegakkan seadil-adilnya, serta berharap kepada Bapak Kapolda agar merespon kasus ini sehingga tidak terjadi kelalaian dalam penegakkan hukum,” pungkas Sabar penuh harap. (Ayu)