MEDAN, TOPKOTA.co – Vonis bebas terhadap terdakwa kepemilikan softgun ilegal, Joni warga Kompleks Brayan City dinilai tidak pantas dan menciderai hukum. Sebab, kepemilikan softgun ilegal jelas melanggar hukum dan sangat meresahkan. Apalagi jika senjata tersebut disalahgunakan.
“Vonis bebas yang diberikan kepada terdakwa kepemilikan softgun ilegal adalah suatu bentuk penzaliman dalam penegakan hukum,” sebut pengamat hukum Zulheri Sinaga kepada wartawan melalui telepon seluler, Rabu (23/12).
Itu disampaikan Zulheri Sinaga menanggapi vonis bebas yang diberikan kepada terdakwa pemilik softgun ilegal, Joni dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Menurut Zulheri, menyikapi vonis bebas tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) harus melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. “Jaksa selaku penuntut bisa melakukan kasasi atas putusan bebas itu,” terangnya.
Sidang kasus senjata api ilegal dengan terdakwa Joni warga Kompleks Brayan City Kelurahan Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat digelar di ruang Cakra 3 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (23/12).
Dalam sidang yang beragendakan putusan tersebut, majelis hakim diketuai Jarihat Simarmata memvonis bebas terdakwa Joni dari segala tuntutan hukuman. “Dengan ini menyatakan bahwa terdakwa bebas dari segala tuntutan hukum,” ujar ketua majelis hakim Jarihat Simarmata.
Sebelumnya, sidang kasus senjata api ilegal dengan terdakwa Joni dituntut Jaksa penuntut umum (JPU) Anwar Ketaren dengan hukuman pidana selama 2 tahun penjara. “Meminta kepada majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Joni dengan pidana penjara selama 2 tahun,” ujar JPU.
Jaksa menilai, terdakwa Joni telah terbukti bersalah melanggar Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak.
Sebagaimana mengutip dari dakwaan JPU Anwar Ketaren disebutkan, bahwa kasus itu bermula pada 7 Februari 2020 sekitar pukul 07.30 WIB, terdakwa digerebek petugas kepolisian di rumahnya. Saat itu petugas mencurigai terdakwa masuk ke dalam jaringan judi online. Ketika petugas menggeledah rumah terdakwa, petugas menemukan sebuah tas jinjing yang disimpan di dalam lemari. “Ternyata, tas itu berisi sepucuk senjata Air Soft Gun lengkap dengan tabung gas dan gotri/mimis,” ucap jaksa.
Jaksa menjelaskan, di hadapan petugas terdakwa tidak dapat menunjukkan izin atas kepemilikan dan menyimpan senjata Air Soft Gun tersebut. Terdakwa mengakui bahwa senjata tersebut diperoleh dengan cara membeli dari seseorang bernama Indra Gunawan alias Asiong yang bekerja sebagai pengurus satpam Komplek Brayan City seharga Rp1.500.000, pada tahun 2017.
“Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951,” tandas jaksa. (Ayu)