Sergai – Perwakilan nelayan tradisional dari berbagai kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) mengadukan permasalahan maraknya operasi kapal pukat trawl di perairan setempat kepada Ketua Aliansi Nelayan Sumatera Utara (ANSU) Sergai Irwan Syahril, Direktur Eksekutif WALHI Sumut Ryanda Purba, dan Manajer Advokasi & Kampanye WALHI Sumut Jaka Kelana Damanik.
Dalam pertemuan itu, para nelayan menyampaikan bahwa aktivitas ratusan kapal pukat trawl yang telah berlangsung selama bertahun-tahun semakin meresahkan. Mereka menilai lemahnya pengawasan laut menjadi akar masalah, mengingat berdasarkan aturan saat ini, kewenangan pengawasan perairan berada di bawah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Perwakilan nelayan dari Kecamatan Pantai Cermin, Perbaungan, Teluk Mengkudu, dan Tanjung Beringin menyebutkan bahwa sejak maraknya aktivitas pukat trawl, hasil tangkapan mereka menurun drastis hingga 70 persen. Selain itu, alat tangkap gurita dan udang milik mereka yang dipasang pada sore hari dan dicek keesokan paginya banyak yang rusak bahkan hilang karena ditabrak kapal trawl, meski telah diberi tanda.
“Mereka beroperasi siang dan malam silih berganti, bahkan semakin nekat masuk hingga setengah mil dari bibir pantai. Kami hanya bisa berupaya menghalau saat melaut, mengingat jumlah mereka terlalu banyak,” ujar M. Husin, perwakilan nelayan tradisional dari Perbaungan.
Khairul Marpaung, nelayan lainnya, menambahkan bahwa para nelayan rindu pada masa 2007 hingga 2017, ketika pengawasan laut dilakukan melalui Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokwasmas). Saat itu, nelayan aktif melakukan patroli dua hingga tiga kali sebulan dan kapal pukat trawl tak berani beroperasi.
“Sejak pengawasan diambil alih oleh Provinsi, patroli laut nyaris tak terlihat. Kapal pukat trawl dari Kabupaten Batu Bara terus merajalela dan yang paling terdampak tentu kami, para nelayan tradisional,” keluh Khairul.
Para nelayan berharap agar kewenangan pengawasan laut bisa dikembalikan kepada pemerintah Kabupaten/Kota, atau setidaknya melibatkan mereka dalam pengawasan, demi menjaga ekosistem laut dan meningkatkan kembali hasil tangkapan mereka.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif WALHI Sumut Ryanda Purba dan Ketua ANSU Sergai Irwan Syahril menyatakan siap mendampingi perjuangan para nelayan.
“Kami akan konsisten mendampingi para nelayan tradisional Sergai bersama organisasi lainnya,” kata Ryanda.
Irwan Syahril menambahkan, saat ini sekitar 8.000 nelayan tradisional di lima kecamatan di Sergai terdampak langsung akibat aktivitas kapal pukat trawl, yang menyebabkan penurunan pendapatan dan kerusakan alat tangkap.
Sebagai tindak lanjut, pihaknya akan mendampingi para nelayan untuk menyampaikan aspirasi mereka ke DPRD Sergai, Pemkab Sergai, hingga ke DPRD Sumut bahkan DPR RI dan Pemerintah Pusat.
“Salah satu tujuannya adalah memperjuangkan agar pengawasan laut dikembalikan ke Kabupaten/Kota masing-masing, agar pengawasan terhadap pukat trawl bisa lebih maksimal,” tegas Irwan.
Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan Sergai, Claudia Siregar, saat dikonfirmasi menyatakan bahwa pihaknya telah mengetahui maraknya operasi kapal pukat trawl di zona tangkap nelayan tradisional dan telah melaporkannya ke pihak Provinsi. Namun, ia mengakui bahwa kewenangan pengawasan laut saat ini berada di tangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, sehingga pihaknya tidak memiliki banyak ruang gerak.
End